Minggu, 10 Mei 2009

Arti Sebuah Waktu


Jika setiap pagi bank memberi anda pinjaman uang sebesar Rp. 86.400,- bebas untuk digunakan hanya pada hari itu saja, apa yang anda lakukan? Pastinya anda akan memanfaatkan uang itu sebaik-baiknya sebelum hari itu berakhir. Daripada hangus begitu saja, ya kan?

Kita semua memiliki bank seperti itu, namanya WAKTU. Setiap pagi, ia akan memberi anda pinjaman 86.400 detik yang akan hangus jika tidak digunakan pada hari itu juga. Tidak ada waktu tambahan dan tidak ada juga “uang muka” untuk pinjaman esok harinya.
Agar tahu pentingnya waktu SETAHUN, tanyakan pada murid yang tidak naik kelas.

Agar tahu pentingnya waktu SEBULAN, tanyakan pada ibu yang melahirkan bayi prematur

Agar tahu pentingnya waktu SEHARI,tanyakan pada tukang bakso yang tidak bisa jualan hari ini.

Agar tahu pentingnya waktu SEMENIT,tanyakan pada orang yang ketinggalan pesawat terbang

Agar tahu pentingnya waktu SEMILIDETIK, tanyakan pada peraih medali perak cabang renang di Olimpiade

kawan, gunakan waktu mu sebaik-baiknya dan mulailah bertindak sekarang juga. Waktu adalah uang, kesempatan dan penghargaan hidup maka manfaatkan waktumu sebaik mungkin...

Yang Palsu di Diri Kita

Jenny, gadis cantik kecil berusia 5 tahun dan bermata indah. Suatu hari ketika ia dan ibunya sedang pergi berbelanja ia melihat sebuah kalung mutiara tiruan yang sangat Indah, dan harganya-pun cuma 2,5 dolar. Ia sangat ingin memiliki kalung tersebut dan mulai merengek kepada ibunya. Akhirnya sang Ibu setuju, katanya: “Baiklah, anakku. Tetapi ingatlah bahwa meskipun kalung itu sangat mahal, ibu akan membelikannya untukmu. Nanti sesampai di rumah, kita buat daftar pekerjaan yang harus kamu lakukan sebagai gantinya. Dan, biasanya kan Nenek selalu memberimu uang pada hari ulang tahunmu, itu juga harus kamu berikan kepada ibu.” “Okay,” kata Jenny setuju.

Merekapun lalu membeli kalung tersebut. Setiap hari Jenny dengan rajin mengerjakan pekerjaan yang ditulis dalam daftar oleh ibunya. Uang yang diberikan oleh neneknya pada hari ulang tahunnya juga diberikannya kepada ibunya.Tidak berapa lama, perjanjiannya dengan ibunya pun selesai. Ia mulai memakai kalung barunya dengan rasa sangat bangga. Ia selalu memakai kalung itu kemanapun ia pergi. Ke sekolah taman kanak-kanaknya, ke supermarket, bermain bahkan pada saat ia tidur, kecuali pada saat mandi. “Nanti lehermu jadi hijau,” kata ibunya…

Jenny juga memiliki seorang ayah yang sangat menyayanginya. Setiap menjelang tidur, sang ayah selalu membacakan sebuah buku cerita untuknya. Pada suatu hari seusai membacakan cerita, sang ayah bertanya kepada Jenny; “Jenny, apakah kamu sayang ayah?” “Pasti, yah. Ayah tahu betapa aku menyayangi ayah.”"Kalau kau memang mencintai ayah, berikanlah kalung mutiaramu pada ayah.” “Yaa… ayah, jangan kalung ini. Ayah boleh ambil mainanku yang lain, Ayah boleh ambil Rosie, bonekaku yang terbagus, Ayah juga boleh ambil pakaian-pakaiannya yang terbaru tapi jangan ayah ambil kalungku…” “Ya anakku, tidak apa-apa… tidurlah.” Ayah Jenny lalu mencium keningnya dan pergi, sambil berkata: “Selamat malam anakku, semoga mimpi indah.”

Seminggu kemudian setelah membacakan cerita ayahnya bertanya lagi: “Jenny apakah kamu sayang ayah?” “Pasti, Yah. Ayah kan tahu aku sangat mencintaimu. ” “Kalau begitu, boleh ayah minta kalungmu?” “Yaa, jangan kalungku…, Ayah ambil Ribbons, kuda-kudaanku. .. Ayah masih ingat kan ? Itu mainan favoritku. Rambutnya panjang dan lembut. Ayah bisa memainkan rambutnya, mengepangnya dan sebagainya. Ambillah Yah, Asal ayah jangan minta kalungku…” “Sudahlah nak, lupakanlah,” kata sang ayah.

Beberapa hari setelah itu Jenny mulai berpikir, kenapa ayahnya selalu meminta kalungnya? dan kenapa ayahnya selalu menanyai apakah ia sayang padanya atau tidak? Beberapa hari kemudian ketika ayah Jenny membacakan cerita, Jenny duduk dengan resah. Ketika ayahnya selesai membacakan cerita, dengan bibir bergetar ia mengulurkan tangannya yang mungil kepada ayahnya sambil berkata: “Ayah…, terimalah ini..” Ia lepaskan kalung kesayangannya dari genggamannya, dan dengan penuh kesedihan kalung tersebut berpidah ke tangan sang ayah…Dengan satu tangan menggenggam kalung mutiara palsu kesayangan anaknya, tangan yang lainnya mengambil sebuah kotak beludru biru kecil dari kantong bajunya. Di dalam kotak beludru itu terletak seuntai kalung mutiara yang asli, sangat indah dan sangat mahal… Ia telah menyimpannya begitu lama untuk anak yang dikasihinya. Ia menunggu dan menunggu agar anaknya mau melepaskan kalung mutiara plastiknya yang murah, sehingga ia dapat memberikan kepadanya kalung mutiara yang asli

Begitu pula dengan dengan Tuhan kita… seringkali Ia menunggu lama sekali agar kita mau menyerahkan segala milik kita yang palsu … dan menukarnya dengan sesuatu yang sangat berharga….